skoda-amical-club.org – Di era di mana kendaraan listrik (EV) bukan lagi mimpi tapi kenyataan sehari-hari, Shell Recharge muncul sebagai salah satu pemain utama yang mengubah stasiun bensin tradisional menjadi pusat energi masa depan. Sebagai inisiatif dari raksasa energi Shell, Shell Recharge bukan sekadar colokan listrik — ini adalah ekosistem lengkap untuk pengisian daya cepat, roaming global, dan dukungan fleet yang ramah lingkungan. Pada November 2025, jaringan ini sudah menjangkau lebih dari 600.000 titik pengisian di 35 negara, dengan target ambisius 200.000 titik publik pada 2030. Bagi pemilik EV di Indonesia yang mulai ramai, ini bisa jadi inspirasi — atau bahkan akses via roaming saat traveling ke Eropa atau Asia.
Apa Itu Shell Recharge?
Shell Recharge diluncurkan pada 2019 sebagai bagian dari strategi Shell untuk transisi energi. Awalnya fokus di Eropa, kini meluas ke Amerika Utara, Asia, dan Timur Tengah. Ini adalah jaringan pengisian daya publik yang terintegrasi dengan stasiun Shell, pusat perbelanjaan, dan lokasi strategis lainnya. Keunggulannya? Menggabungkan kecepatan pengisian ultra-rapid (hingga 350 kW) dengan kemudahan akses via app atau kartu RFID.
Fakta kunci per 2025:
- Jumlah Titik: Lebih dari 600.000 global, dengan 30.000+ di Amerika Utara saja.
- Target Ekspansi: 70.000 titik publik pada akhir 2025, naik dari 500.000 pada 2023 berkat akuisisi Volta di AS.
- Fokus Utama: Pengisian cepat DC (CCS, CHAdeMO) dan AC (Type 2), plus roaming dengan mitra seperti ChargePoint dan IONITY.
Shell Recharge bukan cuma infrastruktur; ini juga platform digital yang hemat energi, mengurangi emisi CO2 hingga 2.000 ton per tahun di Eropa saja.
Sejarah Perkembangan: Dari Stasiun Bensin ke Hub EV
Shell, yang dikenal dengan bensin premium sejak 1907, mulai pivot ke EV pada 2018. Tahun 2019, mereka luncurkan Shell Recharge di Belanda dan UK, instalasi pertama di forecourt mereka. Pandemi 2020 sempat memperlambat, tapi rebound kuat: 2023, akuisisi Volta tambah 3.000 stasiun di 31 negara bagian AS, bikin Shell punya jaringan terbesar kedua di AS.
Pada 2025, highlight terbaru:
- Agustus 2025: Luncurkan jaringan terintegrasi untuk fleet heavy-duty di Eropa, gabungkan Shell Recharge dengan depot semi-publik dan titik pribadi. Ini bantu truk EV long-haul tanpa investasi depot besar, hemat hingga 30% energi.
- Pivot Strategis: Tutup operasi Volta retail-based, fokus ke fast-charging di stasiun Shell dan hub mandiri — lebih scalable dan profitable.
Di Asia, Shell Recharge mulai ekspansi ke Singapura dan Malaysia, dengan rencana masuk Indonesia via partnership lokal pada 2026.
Fitur Unggulan Shell Recharge
Shell Recharge dirancang untuk kemudahan dan keandalan, terutama buat perjalanan panjang:
- Kecepatan Pengisian:
- Rapid (50-150 kW): Cocok untuk stop singkat di jalan tol.
- Ultra-rapid (150-350 kW): Isi 80% baterai dalam 20-30 menit.
- Roaming Luas: Akses 600.000+ titik via app Shell Recharge atau mitra seperti Zapmap (UK) dan ChargeHub (Kanada). Satu akun, bayar di mana saja.
- Teknologi IoT Canggih: Pakai eSIM AnyNet+ dari Eseye untuk konektivitas 99% uptime di 190+ negara. Real-time monitoring, pembayaran contactless, dan prediksi ketersediaan.
- Harga Fleksibel: Di UK, mulai 81p/kWh via app (sekitar Rp15.000/kWh), naik ke 93p untuk contactless. Di AS, kompetitif dengan Electrify America. Ada tarif stabil untuk fleet.
- App User-Friendly: Cari stasiun, navigasi, bayar, dan lacak konsumsi — integrasi dengan Google Maps dan Apple CarPlay.
Untuk fleet, jaringan baru 2025 tawarkan hardware custom, software integrasi, dan pricing tetap — ideal untuk logistik seperti Contargo yang rencanakan 90 truk EV akhir tahun ini.
Kehadiran Global dan Ekspansi 2025
| Wilayah | Jumlah Titik (2025) | Fokus Utama |
|---|---|---|
| Eropa | 400.000+ | Fast-charging di forecourt, fleet heavy-duty |
| Amerika Utara | 30.000+ | Hub di supermarket & stadion via Volta |
| Asia-Pasifik | 50.000+ | Ekspansi di Singapura, Thailand, India |
| Global | 600.000+ | Target 200.000 publik by 2030 |
Di Eropa, Shell Recharge jadi jaringan terbesar, dengan 350 kW charger di jalan tol. Di AS, prioritas DC fast-charging di 13.000+ lokasi Shell. Untuk Indonesia, meski belum resmi, pemilik EV bisa akses via roaming internasional saat ke luar negeri.
Masa Depan Shell Recharge: Menuju 2030
Shell komitmen net-zero emissions 2050, dengan Recharge sebagai pilar utama. Pada 2025, mereka tambah V2G (vehicle-to-grid) pilot di Belanda, biar EV bisa balikkan energi ke grid. Ekspansi ke emerging market seperti Indonesia diprediksi 2026, via kemitraan dengan PLN atau startup EV lokal.
Tantangan? Harga listrik fluktuatif dan kompetisi dari BP Pulse atau TotalEnergies. Tapi dengan 800+ mitra roaming, Shell Recharge unggul dalam jangkauan.
Shell Recharge bukan lagi “aksesori” untuk EV — ini fondasi mobilitas berkelanjutan yang bikin pengisian daya semudah isi bensin dulu. Dari fleet truk raksasa hingga sopir solo di jalan tol, jaringan ini janjikan keandalan, kecepatan, dan harga masuk akal. Kalau kamu pemilik EV atau rencana beli, download app-nya sekarang — siapa tahu besok stasiun Shell di Jakarta sudah punya charger 350 kW. Transisi ke listrik? Shell Recharge bikin semuanya lebih mudah. Siap isi daya?

